Sejarah mengungkap fakta. Sastra melestarikannya...
Sejarah adalah masa lalu, yang diceritakan kembali sejak kita masih berbaju dan bercelana merah. Oleh sang guru tentunya. Tak jarang kita menahan kantuk atau bosan yang berkepanjangan sampai menunggu bel sekolah yang tak kunjung berbunyi. Tidak begitu banyak pula para pengagum sejarah pada masa kita masih bercelana merah atau bahkan sampai bercelana abu - abu. Sejarah menjadi suatu pilihan yang menarik jika sang guru sangat mahir memainkan kata - katanya dengan intonasi yang berbeda dalam menceritakan kembali kisah tersebut. Jauh lebih seperti dongeng mungkin... maka semua mulut akan dengan tiba - tiba ternganga dan semua mata membelalak dengan lebarnya karena keheranan. Namun tidak banyak pemandangan tersebut saya temui di sela - sela jam sekolah yang mengungkap tentang seluk beluk negara melalui sejarah. Lebih sering kapur yang tiba - tiba melayang dan mendarat di dahi sehingga menyadarkan kita sejenak yang telah membuat sang guru menjadi kesal!
Mungkin mendengar pengalaman ini membuat kita berfikir dua kali untuk menjadi guru sejarah. Mungkin... itu hanya perkiraan saya saja yang menilai dari sebagian masa kecil sampai remaja harus mengikuti mata pelajaran sejarah. Jujur, tidak banyak fakta sejarah yang saya ingat sekarang apabila ada pertanyaan yang dilontarkan oleh seseorang seputar sejarah. Kalau dipikirkan lebih dalam, ada perasaan malu... apa saya kurang mencintai sejarah negara saya sendiri sampai - sampai tidak banyak fakta yang saya tahu walaupun saya pernah mengecap pendidikan sejarah. Namun ada hal menarik yang saya temui baru - baru ini setelah saya berkunjung ke sebuah toko buku dan pandangan saya tertuju kepada satu novel fiksi dengan cover yang cukup berbeda dengan yang lainnya. Sebuah novel karya Langit Kresna Heriadi, Gajah Mada.
Damai yang menyelimuti bumi Majapahit terkoyak di ujung pagi. Kabut tebal yang mengungkung tak menghentikan genderang perang yang ditabuh oleh para Rakrian Dharmaputra Winehsuka - menebar tembang duka. Ra Kuti memberontak, menggulingkan pemerintahan Jayanegara yang dilindungi pasukan Bhayangkara. Kemegahan bumi Wilwatika seketika musnah. Bau darah, aroma pembantaian, debu penjarahan bertaburan...
Itulah sebagian permainan kata - kata yang dituliskan oleh Langit Krisna Heriadi dalam novel fiksinya, Gajah Mada. Sejenak mungkin terasa berat melihat novelnya yang tebal dan judulnya yang mungkin membuat kita berfikir, apakah ini hanya sekedar cerita sejarah yang membosankan? Seperti yang kita dengar di bangku sekolah?
Tapi sebaiknya Anda jangan dulu berkomentar novel ini akan menjadi novel membosankan ataupun tidak menarik sama sekali. Justru dengan membaca novel ini, Anda seakan dibawa ke alam Majapahit dulu. Anda seakan bertemu dengan tokoh - tokoh yang digambarkan di dalam novel tersebut. Novel fiksi ini mencoba mengajak pembaca menelusuri seluk beluk Majapahit dengan sang Gajah Mada yang mungkin cukup dikenal dengan sumpah palapanya saja. Tetapi sudahkah Anda mencari tahu lebih jauh lagi mengenai sang Gajah Mada tersebut?
Bagi saya pribadi, sejarah mungkin bisa saja menjadi menyenangkan dan menarik untuk digali dalam jika saja sejak di bangku sekolah sudah saya temukan media menarik seperti ini. Sejarah yang diungkap melalui sastra...
Mungkin saja saya akan dengan mudah mengingat banyak data atau informasi serta nama - nama yang terkait dengan sejarah tersebut bila saja saya sudah temukan karya sastra yang mencoba menguak fakta sejarah tersebut. Memang belum banyak penulis yang mengkonsentrasikan dirinya dengan membuat karya sastra yang melibatkan latar belakang sejarah. Tetapi bisa saja Langit Krisna Heriadi dengan novel yang sudah menjadi best seller menjadi penggugah para sastrawan untuk lebih mendalami dan menghasilkan karya sastra yang mengusung tema sejarah
By: Agustina Sriyani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar